Faktor Penyebab Degradasi Lahan - Para petani di Sumberjaya lebih dominan menanam jenis kopi Robusta karena pemeliharaannya tidak rumit dan pasarnya pun tersedia. Pembukaan lahan hutan menjadi kebun kopi di wilayah ini menerapkan sistem monokultur, umumnya dilakukan dengan cara tebang bakar dan pembersihan permukaan tanah.
Praktek penyiangan yang dilakukan secara intensif dalam budidaya kopi di wilayah ini, sering dipandang sebagai praktek bercocok tanam yang tidak lestari dan diduga menjadi penyebab utama terjadinya degradasi lahan yaitu rusaknya struktur tanah baik di lapisan atas maupun lapisan bawah.
Tingkat Kestabilan Agregat Tanah
Kerusakan struktur tanah diawali dengan penurunan kestabilan agregat tanah sebagai akibat dari percikan (daya rusak) air hujan dan aliran permukaan. Penurunan kestabilan agregat tanah juga berkaitan dengan penurunan kandungan bahan organik tanah, aktivitas perakaran tanaman dan mikroorganisme tanah.
Penurunan ketiga agen pengikat agregat tanah tersebut selain menyebabkan agregat tanah relatif mudah pecah sehingga menjadi agregat atau partikel yang lebih kecil, juga menyebabkan terbentuknya kerak di permukaan tanah (soil crusting) yang mempunyai sifat padat dan keras bila kering. Agregat atau partikel-partikel yang halus akan terbawa aliran air ke dalam tanah sehingga menyebabkan penyumbatan pori tanah. Pada saat hujan turun kerak yang terbentuk di permukaan tanah juga menyebabkan penyumbatan pori tanah. Akibat proses penyumbatan pori tanah ini porositas tanah, distribusi pori tanah, dan kemampuan tanah untuk mengalirkan air mengalami penurunan sehingga erosi akan meningkat.
Beberapa Penelitian Mengenai Perubahan Lahan
Struktur (kondisi fisik) tanah merupakan faktor yang sangat dominan menentukan erosi dan aliran permukaan pada lahan usahatani berbasis kopi di Sumberjaya. Afandi (2002) melakukan pengukuran aliran permukaan di Desa Bodong, Sumberjaya pada skala plot dengan berbagai tipe pengelolaan lahan yaitu, plot kopi dengan rumput kerbau (Paspalum conjugatum) sebagai tanaman penutup tanah, plot kopi dengan penyiangan dan plot kopi tanpa penyiangan.
Pada plot kopi dengan penyiangan, aliran permukaan mencapai 7 – 16 %, jumlah ini menurun pada tahun kedua seiring dengan tumbuhnya tanaman kopi. Adanya P. conjugatum dapat menurunkan aliran permukaan dan kehilangan tanah sampai 0 % setelah tahun ke tiga, sedang pada plot kopi tanpa penyiangan, aliran permukaan dan kehilangan tanah menurun sampai hingga 0 % setelah tahun ke empat.
Pada kecamatan yang sama, namun struktur tanah berbeda di desa Tepus dan Laksana, Agus et al. (2002) menyatakan bahwa besarnya limpasan permukaan pada plot kopi monokultur sebesar 48 mm dan kehilangan tanah hanya sebesar 1.3 Mg ha-1 dalam periode 8 bulan dengan curah hujan sebesar 2347 mm.
Hasil penelitian Suprayogo et al. (2002) akibat alih guna lahan hutan menjadi kebun kopi monokultur terjadi degradasi bahan organik tanah secara drastis setelah satu tahun pembukaan lahan dan terjadi penurunan sangat nyata terhadap biomassa akar. Hal ini berkaitan pula dengan kehilangan bobot tanah akibat laju infiltrasi menurun sehingga aliran permukaan semakin tinggi. Pada saat ini pertumbuhan tanaman kopi masih relatif kecil dan penutupan tajuk tanaman masih relatif jarang.
Seperti pada hasil penelitian Khasanah et al. (2004) bahwa nilai kehilangan tanah pada kebun kopi umur 1 tahun yaitu sebesar 20 Mg ha-1. Kisaran ini mendekati dengan hasil pengukuran Afandi et al. (2002) pada lahan berlereng 30 % dengan kopi berumur 2 tahun dan lantai kebun kopi disiangi secara periodik menunjukkan tingkat erosi yang terjadi adalah 22.7 Mg ha-1.
Praktek penyiangan yang dilakukan secara intensif dalam budidaya kopi di wilayah ini, sering dipandang sebagai praktek bercocok tanam yang tidak lestari dan diduga menjadi penyebab utama terjadinya degradasi lahan yaitu rusaknya struktur tanah baik di lapisan atas maupun lapisan bawah.
Tingkat Kestabilan Agregat Tanah
Kerusakan struktur tanah diawali dengan penurunan kestabilan agregat tanah sebagai akibat dari percikan (daya rusak) air hujan dan aliran permukaan. Penurunan kestabilan agregat tanah juga berkaitan dengan penurunan kandungan bahan organik tanah, aktivitas perakaran tanaman dan mikroorganisme tanah.
Penurunan ketiga agen pengikat agregat tanah tersebut selain menyebabkan agregat tanah relatif mudah pecah sehingga menjadi agregat atau partikel yang lebih kecil, juga menyebabkan terbentuknya kerak di permukaan tanah (soil crusting) yang mempunyai sifat padat dan keras bila kering. Agregat atau partikel-partikel yang halus akan terbawa aliran air ke dalam tanah sehingga menyebabkan penyumbatan pori tanah. Pada saat hujan turun kerak yang terbentuk di permukaan tanah juga menyebabkan penyumbatan pori tanah. Akibat proses penyumbatan pori tanah ini porositas tanah, distribusi pori tanah, dan kemampuan tanah untuk mengalirkan air mengalami penurunan sehingga erosi akan meningkat.
Beberapa Penelitian Mengenai Perubahan Lahan
Struktur (kondisi fisik) tanah merupakan faktor yang sangat dominan menentukan erosi dan aliran permukaan pada lahan usahatani berbasis kopi di Sumberjaya. Afandi (2002) melakukan pengukuran aliran permukaan di Desa Bodong, Sumberjaya pada skala plot dengan berbagai tipe pengelolaan lahan yaitu, plot kopi dengan rumput kerbau (Paspalum conjugatum) sebagai tanaman penutup tanah, plot kopi dengan penyiangan dan plot kopi tanpa penyiangan.
Pada plot kopi dengan penyiangan, aliran permukaan mencapai 7 – 16 %, jumlah ini menurun pada tahun kedua seiring dengan tumbuhnya tanaman kopi. Adanya P. conjugatum dapat menurunkan aliran permukaan dan kehilangan tanah sampai 0 % setelah tahun ke tiga, sedang pada plot kopi tanpa penyiangan, aliran permukaan dan kehilangan tanah menurun sampai hingga 0 % setelah tahun ke empat.
Pada kecamatan yang sama, namun struktur tanah berbeda di desa Tepus dan Laksana, Agus et al. (2002) menyatakan bahwa besarnya limpasan permukaan pada plot kopi monokultur sebesar 48 mm dan kehilangan tanah hanya sebesar 1.3 Mg ha-1 dalam periode 8 bulan dengan curah hujan sebesar 2347 mm.
Hasil penelitian Suprayogo et al. (2002) akibat alih guna lahan hutan menjadi kebun kopi monokultur terjadi degradasi bahan organik tanah secara drastis setelah satu tahun pembukaan lahan dan terjadi penurunan sangat nyata terhadap biomassa akar. Hal ini berkaitan pula dengan kehilangan bobot tanah akibat laju infiltrasi menurun sehingga aliran permukaan semakin tinggi. Pada saat ini pertumbuhan tanaman kopi masih relatif kecil dan penutupan tajuk tanaman masih relatif jarang.
Seperti pada hasil penelitian Khasanah et al. (2004) bahwa nilai kehilangan tanah pada kebun kopi umur 1 tahun yaitu sebesar 20 Mg ha-1. Kisaran ini mendekati dengan hasil pengukuran Afandi et al. (2002) pada lahan berlereng 30 % dengan kopi berumur 2 tahun dan lantai kebun kopi disiangi secara periodik menunjukkan tingkat erosi yang terjadi adalah 22.7 Mg ha-1.
0 Response to " Degradasi Lahan Di Perkebunan Kopi Sumberjaya dan Faktor Penyebabnya "
Posting Komentar