Teknik Konservasi - Banyak jenis teknik konservasi tanah secara vegetatif yang dikembangkan di lapangan. Namun, terdapat beberapa teknik konservasi yang cocok dan telah diterapkan oleh petani pada lahan pertanaman kopi di Kecamatan Sumberjaya. Diantara praktek tersebut adalah strip rumput, penyiangan secara parsial termasuk didalamnya strip tumbuhan alami, penutupan tanah dan agroforestri termasuk didalamnya tanaman naungan dan tanaman semusim. Dari semua jenis praktek ini sangat efektif dalam menekan erosi sampai tingkat yang dapat ditoleransi pada hampir setiap kemiringan dan panjang lereng.
Strip Rumput
Strip rumput merupakan salah satu bentuk pengendalian erosi secara vegetatif. Rumput di tanam pada strip searah kontur dengan lebar 0.5 – 1.0 m, ditujukan untuk menghambat laju erosi dan aliran permukaan. Menurut Santoso (2004), pertanaman strip adalah pertanaman berlajur dimana penanaman dua jenis tanaman atau lebih di dalam strip-strip secara berselang seling antara tanaman pokok dan tanaman penutup tanah yang diterapkan pada lahan berlereng 15-40%. Jenis rumput yang ditanam biasanya rumput pakan ternak yang menghasilkan bahan hijau dan kualitas yang baik untuk pakan ternak, namun tidak menimbulkan persaingan penyerapan zat hara dan pemanfaatan sinar matahari dengan tanaman pokok (Abdurachman dan Sutono 2002).
Selain itu, rumput yang ditanam sebaiknya dipilih dari jenis yang berdaun vertikal sehingga tidak menghalangi kebutuhan sinar matahari bagi tanaman pokok, tidak banyak membutuhkan ruangan untuk pertumbuhan vegetatifnya, mempunyai perakaran kuat dan dalam, cepat tumbuh, dan mampu memperbaiki sifat tanah.
Strip Rumput
Strip rumput merupakan salah satu bentuk pengendalian erosi secara vegetatif. Rumput di tanam pada strip searah kontur dengan lebar 0.5 – 1.0 m, ditujukan untuk menghambat laju erosi dan aliran permukaan. Menurut Santoso (2004), pertanaman strip adalah pertanaman berlajur dimana penanaman dua jenis tanaman atau lebih di dalam strip-strip secara berselang seling antara tanaman pokok dan tanaman penutup tanah yang diterapkan pada lahan berlereng 15-40%. Jenis rumput yang ditanam biasanya rumput pakan ternak yang menghasilkan bahan hijau dan kualitas yang baik untuk pakan ternak, namun tidak menimbulkan persaingan penyerapan zat hara dan pemanfaatan sinar matahari dengan tanaman pokok (Abdurachman dan Sutono 2002).
Selain itu, rumput yang ditanam sebaiknya dipilih dari jenis yang berdaun vertikal sehingga tidak menghalangi kebutuhan sinar matahari bagi tanaman pokok, tidak banyak membutuhkan ruangan untuk pertumbuhan vegetatifnya, mempunyai perakaran kuat dan dalam, cepat tumbuh, dan mampu memperbaiki sifat tanah.
Hasil penelitian Udawatta (2002) menunjukkan bahwa strip rumput jenis legume yang ditanam searah kontur menghasilkan erosi 1.1 kali lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan agroforestri tanpa strip tanaman searah kontur. Penelitian lain yang dilakukan oleh Suhardjo et al. (1997), Abdurachman et al. (1985), dan Abujamin (1978), membuktikan bahwa untuk lahan dengan lereng di bawah 20% sistem ini sangat efektif menahan partikel tanah yang tererosi dan menahan aliran permukaan.
Faktor tumbuh tanaman rumput, jarak tanam dalam satu strip, dan jarak antar-strip sangat menentukan efektifitas pengendalian erosi. Strip rumput sangat bagus jika dikombinasikan dengan usaha peternakan. Penelitian yang dilakukan oleh Watung et al. (2003) dan Subagyono et al. (2004) di sub-DAS Babon, Ungaran, Jawa Tengah, menunjukkan bahwa integrasi penanaman rumput baik secara strip maupun ditanam pada sebagian bidang olah dengan penggemukan sapi terbukti memberikan alternatif yang dapat ditempuh untuk mewujudkan implementasi teknologi konservasi secara berkelanjutan. Hasil pangkasan strip dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sedangkan kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang. Selain itu, kebutuhan tenaga kerja dalam penerapan sistem strip rumput cukup efisien dan lebih sedikit dibandingkan dengan sistem pertanaman lorong
Penyiangan Parsial
Penyiangan parsial merupakan teknik dimana lahan tidak disiangi seluruhnya yaitu dengan cara menyisakan sebagian rumput alami maupun tanaman penutup tanah (lebar sekitar 20-30 cm) sehingga di sekitar batang tanaman pokok akan bersih dari gulma (Agus et al. 2002). Tanaman penutup tanah yang tidak disiangi akan berfungsi sebagai penahan erosi. Pada dasarnya teknik ini menyerupai strip rumput dimana vegetasi gulma mampu menahan aliran permukaan dan mengendapkan material terangkut.
Faktor tumbuh tanaman rumput, jarak tanam dalam satu strip, dan jarak antar-strip sangat menentukan efektifitas pengendalian erosi. Strip rumput sangat bagus jika dikombinasikan dengan usaha peternakan. Penelitian yang dilakukan oleh Watung et al. (2003) dan Subagyono et al. (2004) di sub-DAS Babon, Ungaran, Jawa Tengah, menunjukkan bahwa integrasi penanaman rumput baik secara strip maupun ditanam pada sebagian bidang olah dengan penggemukan sapi terbukti memberikan alternatif yang dapat ditempuh untuk mewujudkan implementasi teknologi konservasi secara berkelanjutan. Hasil pangkasan strip dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sedangkan kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang. Selain itu, kebutuhan tenaga kerja dalam penerapan sistem strip rumput cukup efisien dan lebih sedikit dibandingkan dengan sistem pertanaman lorong
Penyiangan Parsial
Penyiangan parsial merupakan teknik dimana lahan tidak disiangi seluruhnya yaitu dengan cara menyisakan sebagian rumput alami maupun tanaman penutup tanah (lebar sekitar 20-30 cm) sehingga di sekitar batang tanaman pokok akan bersih dari gulma (Agus et al. 2002). Tanaman penutup tanah yang tidak disiangi akan berfungsi sebagai penahan erosi. Pada dasarnya teknik ini menyerupai strip rumput dimana vegetasi gulma mampu menahan aliran permukaan dan mengendapkan material terangkut.
Hasil tanaman yang disiangi dikembalikan ke lahan atau ditumpuk sebagai barisan sisa tanaman sehingga dapat menambah bahan organik bagi tanah dan memperbaiki sifat tanah. Teknik penyiangan yang termasuk dalam penyiangan parsial adalah strip tumbuhan alami (natural vegetative strips = NVS) dan penyiangan tanaman penutup tanah di sekeliling batang tanaman pokok.
Pada dasarnya teknik penyiangan strip tumbuhan alami ini adalah menyisakan sebagian lahan yang tidak disiangi dan tidak ditanami sehingga rumput alami tumbuh membentuk strip yang kurang lebih sejajar dengan garis kontur. Strip tumbuhan alami sudah sangat berkembang di kalangan petani di Mindanao Utara, Filipina (Agus et al. 2002). Di sana sistem ini diterapkan untuk tanaman semusim terutama jagung dan padi gogo.
Pada dasarnya teknik penyiangan strip tumbuhan alami ini adalah menyisakan sebagian lahan yang tidak disiangi dan tidak ditanami sehingga rumput alami tumbuh membentuk strip yang kurang lebih sejajar dengan garis kontur. Strip tumbuhan alami sudah sangat berkembang di kalangan petani di Mindanao Utara, Filipina (Agus et al. 2002). Di sana sistem ini diterapkan untuk tanaman semusim terutama jagung dan padi gogo.
Untuk tanaman pangan sistem ini berarti pengurangan sebagian kecil (5-15%) areal penanaman tergantung kerapatan strip, namun untuk tanaman tahunan seperti kopi, tidak terjadi pengurangan areal tanam. Selain itu untuk tanaman pangan diperlukan pembuatan garis kontur sebelum menyisakan penyiangan supaya strip lebih efektif menahan laju erosi. Untuk tanaman kopi, strip dapat dibuat di antara baris tanaman. Perlu dijaga agar strip tidak terlalu dekat dengan rumpun tanaman kopi karena hal ini dapat menimbulkan kompetisi hara dan air antara tumbuhan strip dengan kopi.
Teknik penyiangan penutup tanah di sekeliling tanaman pokok dapat diterapkan dimana tanah tertutupi oleh gulma rumput maupun tanaman penutup tanah lain yang sengaja ditanam. Penyiangan dilakukan di sekeliling batang tanaman pokok dengan diameter sekitar 120 cm (Subagyono et al. 2003). Penyiangan sekeliling batang tanaman pokok ini juga dimaksudkan, untuk mencegah hama dan penyakit menyerang tanaman pokok dengan tetap memelihara keberadaan tanaman penutup tanah. Tanaman yang dipilih sebagai tanaman penutup tanah umumnya tanaman dari jenis legum yang mampu tumbuh dengan cepat, tahan kekeringan, dapat memperbaiki sifat tanah (fisik, kimia, dan biologi). Selain itu tidak menimbulkan persaingan dalam penyerapan unsur hara, dapat dijadikan pakan ternak dan sebagai pengontrol erosi.
Teknik penyiangan penutup tanah di sekeliling tanaman pokok dapat diterapkan dimana tanah tertutupi oleh gulma rumput maupun tanaman penutup tanah lain yang sengaja ditanam. Penyiangan dilakukan di sekeliling batang tanaman pokok dengan diameter sekitar 120 cm (Subagyono et al. 2003). Penyiangan sekeliling batang tanaman pokok ini juga dimaksudkan, untuk mencegah hama dan penyakit menyerang tanaman pokok dengan tetap memelihara keberadaan tanaman penutup tanah. Tanaman yang dipilih sebagai tanaman penutup tanah umumnya tanaman dari jenis legum yang mampu tumbuh dengan cepat, tahan kekeringan, dapat memperbaiki sifat tanah (fisik, kimia, dan biologi). Selain itu tidak menimbulkan persaingan dalam penyerapan unsur hara, dapat dijadikan pakan ternak dan sebagai pengontrol erosi.
Arachis pintoi merupakan tanaman penutup tanah yang mempunyai kriteria tersebut. Arachis pintoi adalah sejenis tanaman kacang-kacangan yang bentuknya hampir menyerupai tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea). Tanaman ini mudah merambat sehingga dalam waktu tiga bulan sesudah ditanam akan dapat menutupi permukaan tanah, asalkan penanamannya dilakukan pada awal atau pertengahan musim hujan. Pertumbuhannya merambat dan tingginya tidak lebih dari 25 cm dan dapat menutupi tanah dengan anyaman batang yang rapat. Dengan demikian tanaman ini ideal untuk dijadikan sebagai tanaman penutup tanah. Apalagi karena kemampuannya menambat N2 dari udara maka penggunaan Arachis sebagai penutup tanah dapat mengurangi, bahkan meniadakan penambahan pupuk N untuk tanaman utama.
Penelitian Nurmi (2009) menyimpulkan bahwa perlakuan tindakan konservasi dengan penanaman padi gogo dan kedelai diantara tanaman kakao muda yang disertai strip tanaman A. pintoi menunjukkan erosi yang lebih rendah (21.76 ton ha-1 th-1) dari nilai erosi yang diperbolehkan (22.44 ton ha-1 th-1). Selain untuk penutup tanah, A. pintoi dapat digunakan sebagai pakan ternak domba atau sapi. Pangkasan tanaman ini perlu dikeringkan lebih dahulu sebelum diberikan kepada ternak. Untuk ternak ruminansia pada umumnya, tanaman kacang-kacangan diberikan sekitar 10–15% (10-15% hijauan kacang-kacangan dan 85-90% rumput-rumputan dan sejumlah konsentrat) (Agus et al. 2002).
Agroforestri/Multistrata
Sistem multistrata/agroforestri dengan pohon naungan atau pelindung merupakan sistem konservasi yang sangat baik. Lapisan tajuk pada sistem multistrata yang menyerupai hutan dapat memberikan fungsi konservasi yang baik dalam mengurangi tingkat erosi tanah. Selain itu, melalui lapisan tajuk, sinar matahari tidak berpengaruh langsung terhadap kopi sehingga kelembaban udara pada kebun kopi dapat terjaga. Tanaman pelindung juga dapat membantu meningkatkan kesuburan tanah (Mulyoutami 2004).
Penelitian Nurmi (2009) menyimpulkan bahwa perlakuan tindakan konservasi dengan penanaman padi gogo dan kedelai diantara tanaman kakao muda yang disertai strip tanaman A. pintoi menunjukkan erosi yang lebih rendah (21.76 ton ha-1 th-1) dari nilai erosi yang diperbolehkan (22.44 ton ha-1 th-1). Selain untuk penutup tanah, A. pintoi dapat digunakan sebagai pakan ternak domba atau sapi. Pangkasan tanaman ini perlu dikeringkan lebih dahulu sebelum diberikan kepada ternak. Untuk ternak ruminansia pada umumnya, tanaman kacang-kacangan diberikan sekitar 10–15% (10-15% hijauan kacang-kacangan dan 85-90% rumput-rumputan dan sejumlah konsentrat) (Agus et al. 2002).
Agroforestri/Multistrata
Sistem multistrata/agroforestri dengan pohon naungan atau pelindung merupakan sistem konservasi yang sangat baik. Lapisan tajuk pada sistem multistrata yang menyerupai hutan dapat memberikan fungsi konservasi yang baik dalam mengurangi tingkat erosi tanah. Selain itu, melalui lapisan tajuk, sinar matahari tidak berpengaruh langsung terhadap kopi sehingga kelembaban udara pada kebun kopi dapat terjaga. Tanaman pelindung juga dapat membantu meningkatkan kesuburan tanah (Mulyoutami 2004).
Selain memberikan perlindungan terhadap lingkungan, tanaman pelindung ini dapat meningkatkan ekonomi rumah tangga serta sebagai alternatif dalam mengatasi anjloknya harga kopi. Oleh karena itu, pilihan tanaman untuk sistem multistrata harus disesuaikan dengan kondisi biofisik setempat, komoditas yang dihasilkan harus punya pasar dan petani harus memiliki akses terhadap bibit tanaman yang bermutu tinggi (Agus et al. 2002).
Sistem agroforestri yang telah diterapkan petani kopi di daerah Sumberjaya adalah dengan memadukan tanaman kopi dengan pohon pelindung dan tanaman semusim. Sistem ini, selain untuk mengurangi degradasi lahan akibat erosi tetapi juga untuk meningkatkan pendapatan petani. Hasil penelitian Budidarsono dan Wijaya (2003) menunjukkan bahwa praktek budidaya kopi multistrata di Sumberjaya secara financial dan ekonomis ternyata mampu memberikan keuntungan bagi petani dan sekaligus menyediakan lapangan pekerjaan di perdesaan secara berkelanjutan.
Sistem agroforestri yang telah diterapkan petani kopi di daerah Sumberjaya adalah dengan memadukan tanaman kopi dengan pohon pelindung dan tanaman semusim. Sistem ini, selain untuk mengurangi degradasi lahan akibat erosi tetapi juga untuk meningkatkan pendapatan petani. Hasil penelitian Budidarsono dan Wijaya (2003) menunjukkan bahwa praktek budidaya kopi multistrata di Sumberjaya secara financial dan ekonomis ternyata mampu memberikan keuntungan bagi petani dan sekaligus menyediakan lapangan pekerjaan di perdesaan secara berkelanjutan.
Disamping itu, menurut Jalid (2004) sistem tersebut dapat menekan kerusakan lingkungan akibat penggunaan input eksternal yang tinggi sehingga dapat mencemari air tanah akibat ion nitrat dan erosi pada daerah lereng. Secara global, sistem agroforestri berbasis kopi dapat mempertahankan keanekaragaman hayati (biodiversity).
Jalid (2004) menyatakan bahwa koefisien perkembangan sistem agroforestri berbasis kopi lebih tinggi (45%) daripada koefisien perkembangan kopi monokultur (22%). Ini menunjukkan bahwa perkembangan sistem agroforestri berbasis kopi di Sumberjaya cukup signifikan (Leimona, 2001). Tanaman semusim dan pohon pelindung yang dipadukan dengan tanaman kopi biasanya berupa sayuran dan jenis pohon buah atau kayu.
Jalid (2004) menyatakan bahwa koefisien perkembangan sistem agroforestri berbasis kopi lebih tinggi (45%) daripada koefisien perkembangan kopi monokultur (22%). Ini menunjukkan bahwa perkembangan sistem agroforestri berbasis kopi di Sumberjaya cukup signifikan (Leimona, 2001). Tanaman semusim dan pohon pelindung yang dipadukan dengan tanaman kopi biasanya berupa sayuran dan jenis pohon buah atau kayu.
Tanaman semusim berupa sayuran misalnya cabe, rampai, kacang panjang, dan terong (Nugraha, 2005) sedangkan pohon pelindung biasanya jenis pohon nangka atau sengon (Wulan, 2002). Tanaman kopi biasanya baru bisa dipanen memasuki tahun ketiga sejak penanaman. Oleh karena itu, walaupun kopi sebagai tanaman utama, petani memperoleh pendapatannya dari hasil sayuran yang sifatnya jangka pendek sedangkan pohon pelindung, kelak diharapkan sebagai penaung kopi dan tajar (tempat merambatnya) tanaman lada atau vanili.
0 Response to "Teknik Konservasi dengan Metode Vegetatif yang Diterapkan di Lahan Pertanaman Kopi Sumberjaya "
Posting Komentar