Tanah Ultisol - Tanah Ultisol merupakan tanah yang terbentuk dari bahan induk batuan atau mineral yang telah mengalami pelapukan lanjut. Tanah menyediakan unsur-unsur hara sebagai sumber nutrisi tanaman untuk melangsungkan hidupnya. Unsur hara merupakan senyawa organik dan anorganik yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan proses metabolisme.
Unsur hara terbagi menjadi unsur hara makro yaitu unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar yang meliputi C, H, O, N, P , K, Ca, Mg, dan S, dan unsur hara mikro, yaitu unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah kecil, yang meliputi Fe, Cu, Zn, Mo, B, Cl, dan Mn.
Ketersediaan Hara Tanah Ultisol
Ketersediaan unsur hara sangat dipengaruhi oleh kondisi internal tanah sebagai medium tumbuh. Indonesia umumnya didominasi oleh tanah masam seperti Ultisol, yang dicirikan dengan reaksi tanah (pH) yang masam yang disertai dengan keracunan Al, Fe, dan Mn, adsorpsi P tinggi, kapasitas tukar kation rendah dan ketersediaan N, P, K, Ca, Mg, dan Mo relatif rendah.( Kaya 2009; Soelaeman 2008; Ismangil dan Ma’as 2006; Fahmi dkk. 2009).
Ketersediaan Hara Tanah Ultisol
Ketersediaan unsur hara sangat dipengaruhi oleh kondisi internal tanah sebagai medium tumbuh. Indonesia umumnya didominasi oleh tanah masam seperti Ultisol, yang dicirikan dengan reaksi tanah (pH) yang masam yang disertai dengan keracunan Al, Fe, dan Mn, adsorpsi P tinggi, kapasitas tukar kation rendah dan ketersediaan N, P, K, Ca, Mg, dan Mo relatif rendah.( Kaya 2009; Soelaeman 2008; Ismangil dan Ma’as 2006; Fahmi dkk. 2009).
Tanah Ultisol dengan kemasaman tinggi (pH < 5,2), cukup menghalangi produksi tanaman karena berhubungan dengan ketersediaan unsur hara dalam tanah. pH tanah rendah akan menyebabkan tingginya kelarutan ion Al, Fe, dan Mn yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kandungan logam yang tinggi dapat meracuni/menyebabkan toksisitas pada tanaman dan dapat memfiksasi P yang tersedia dalam tanah, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi kurang baik (Indranada 1989 dalam Kaya 2009).
Kendala pemanfaatan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian adalah kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi, kandungan hara dan bahan organik rendah, dan tanah peka terhadap erosi. Pemanfaatan tanah Ultisol untuk pengembangan tanaman pangan lebih banyak menghadapi kendala dibandingkan dengan untuk tanaman perkebunan. Oleh karena itu, tanah ini banyak dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan kelapa sawit, karet, dan hutan tanaman industri, terutama di Sumatera dan Kalimantan (Prasetyo dan Suriadikarta 2006).
Dengan mempertimbangkan keadaan tersebut, maka diperlukan pengelolaan untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara khususnya di tanah ultisol. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pengelolaan pH tanah, karena salah satu faktor kimia yang paling penting dalam mempengaruhi pelepasan unsur hara dari larutan tanah yaitu pH tanah. Untuk mengelola pH tanah, beberapa teknologi yang dapat diterapkan yaitu pengapuran, pemupukan, dan penerapan bahan organik (Prasetyo dan Suriadikarta 2006).
Kendala pemanfaatan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian adalah kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi, kandungan hara dan bahan organik rendah, dan tanah peka terhadap erosi. Pemanfaatan tanah Ultisol untuk pengembangan tanaman pangan lebih banyak menghadapi kendala dibandingkan dengan untuk tanaman perkebunan. Oleh karena itu, tanah ini banyak dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan kelapa sawit, karet, dan hutan tanaman industri, terutama di Sumatera dan Kalimantan (Prasetyo dan Suriadikarta 2006).
Dengan mempertimbangkan keadaan tersebut, maka diperlukan pengelolaan untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara khususnya di tanah ultisol. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pengelolaan pH tanah, karena salah satu faktor kimia yang paling penting dalam mempengaruhi pelepasan unsur hara dari larutan tanah yaitu pH tanah. Untuk mengelola pH tanah, beberapa teknologi yang dapat diterapkan yaitu pengapuran, pemupukan, dan penerapan bahan organik (Prasetyo dan Suriadikarta 2006).
Permasalahan Tanah Ultisol
Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (pH rendah) dan miskin unsur hara, seperti Ultisol. Ultisol merupakan tanah yang terbentuk dari bahan induk batuan atau mineral yang telah mengalami pelapukan lanjut. Bahan induk Ultisol dapat berasal dari batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.
Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (pH rendah) dan miskin unsur hara, seperti Ultisol. Ultisol merupakan tanah yang terbentuk dari bahan induk batuan atau mineral yang telah mengalami pelapukan lanjut. Bahan induk Ultisol dapat berasal dari batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.
Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik.
Penyebaran Ultisol di Indonesia cukup luas. Di Indonesia, Ultisol umumnya belum tertangani dengan baik. Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Dalam skala besar, tanah ini telah dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan hutan tanaman industri, tetapi pada skala petani kendala ekonomi merupakan salah satu penyebab tidak terkelolanya tanah ini dengan baik. Menurut Subandi (2007) tanah Ultisol memiliki sifat fisik, kimia dan biologi yang kurang mendukung pertumbuhan tanaman.
Usaha pertanian di tanah Ultisol akan menghadapi masalah utama yaitu pH tanah yang rendah yang menyebabkan kandungan Al, Fe dan Mn terlarut tinggi sehingga dapat meracuni tanaman. Selain itu, tanah Ultisol memiliki kapasitas tukar kation rendah dan kandungan kation basa tanah (Na, K, Ca, Mg) rendah bahkan sampai sangat rendah.
Penyebaran Ultisol di Indonesia cukup luas. Di Indonesia, Ultisol umumnya belum tertangani dengan baik. Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Dalam skala besar, tanah ini telah dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan hutan tanaman industri, tetapi pada skala petani kendala ekonomi merupakan salah satu penyebab tidak terkelolanya tanah ini dengan baik. Menurut Subandi (2007) tanah Ultisol memiliki sifat fisik, kimia dan biologi yang kurang mendukung pertumbuhan tanaman.
Usaha pertanian di tanah Ultisol akan menghadapi masalah utama yaitu pH tanah yang rendah yang menyebabkan kandungan Al, Fe dan Mn terlarut tinggi sehingga dapat meracuni tanaman. Selain itu, tanah Ultisol memiliki kapasitas tukar kation rendah dan kandungan kation basa tanah (Na, K, Ca, Mg) rendah bahkan sampai sangat rendah.
Namun, Krantz (1958) mengemukakan bahwa penilaian produktivitas suatu lahan bukan hanya berdasarkan kesuburan alami (natural fertility), tetapi juga respon tanah dan tanaman terhadap aplikasi teknologi pengelolaan lahan yang diterapkan. Melalui perbaikan teknologi pengelolaan lahan, produktivitas suatu lahan dapat ditingkatkan secara signifikan dibandingkan dengan kondisi kesuburan tanahnya yang secara alami rendah.
0 Response to "Pengelolaan Tanah Ultisol dalam Meningkatkan Ketersediaan Unsur Hara"
Posting Komentar