Kapasitas Lapang - Pengamatan-pengamatan terdahulu menunjukkan bahwa laju aliran dan perubahan kandungan air tanah akan menurun pada waktunya, bahkan akan berhenti sesudah beberapa hari. Anggapan keadaan air tanah dimana drainase internal dikatakan berhenti, dinyatakan sebagai “kapasitas lapang” dan sudah lama diterima sebagai suatu sifat fisik yang nilainya tetap dan menunjukkan karakteristik tertentu untuk setiap jenis tanah.
Baca juga
Redistribusi Air Tanah
Fenomena Histeresis Dalam Redistribusi Air Tanah
Menurut Veihmeyer dan Hendrickson (1949), kapasitas lapang adalah sejumlah air yang ditahan tanah sesudah kelebihan air didrainasekan dan laju gerakan air ke bawah sudah menurun yang biasanya terjadi dalam 2 – 3 hari sesudah hujan atau irigasi pada tanah-tanah yang tekstur dan strukturnya seragam serta tembus air.
Meskipun konsep kapasitas lapang mulanya berasal dari pengukuran-pengukuran kandungan air tanah di lapang dengan agak kasar (dimana kesalahan contoh dan pengukuran sesungguhnya membatasi ketelitian dan kebenaran hasilnya) tetapi beberapa peneliti sudah mencoba menerangkan apa yang disebut nilai keseimbangan statis atau terhentinya aliran kapiler. Biasanya diasumsikan bahwa pemberian sejumlah air tertentu ke tanah adalah untuk mengisi kekurangan kapasitas lapang sampai suatu kedalaman tertentu, sedangkan di bawah jumlah tersebut air tidak melakukan penetrasi. Hal ini telah menjadi ketentuan yang universal dan sangat praktis untuk menghitung kebutuhan air irigasi setiap waktu berdasarkan “kekurangan kapasitas lapang untuk zone kedalaman tanah yang dibasahi”.
Konsep Kapasitas Lapang
Belakangan ini, dengan berkembangnya teori dan teknik-teknik percobaan yang lebih seksama dalam studi aliran tidak jenuh, konsep kapasitas lapang seperti didefinisikan sebelumnya sudah berubah, dan bukan sifat fisik semata-mata dan tidak tergantung pada cara pengukurannya. Kapan dan bagaimana orang dapat menentukan bahwa redistribusi sudah berhenti atau lajunya secara praktis dapat dikatakan nol ?. Jelasnya kriteria utnuk penentuan yang demikian adalah subjektif, tidak selalu bergantung pada frekuensi dan ketepatan dimana kandungan air tanah diukur. Dari definisi kapasitas lapang yang biasa (yaitu kelembaban tanah pada zone yang mulanya basah, katakan dua hari setelah infiltrasi) tidak memperhatikan faktor-faktor lainnya, seperti kelembaban tanah sebelum infiltrasi, kedalaman pembasahan, kemungkinan adanya permukaan air tanah dan sebagainya.
Proses redistribusi dalam kenyataannya berlangsung secara kontinyu dan tidak dengan tiba-tiba berhentinya. Walaupun laju aliran menurun secara konstan dan dengan tidak adanya permukaan air bumi, proses berlangsung secara kontinyu dan mencapai keseimbangan hanya sesudah periode yang sangat lama. Konsep kapasitas lapang ini bisa dipertahankan bagi tanah-tanah bertekstur kasar, dimana drainase internal mulanyan berjalan sangat cepat tetapi segera menurun disebabkan penurunan konduktivitas (hantaran) hidrolik yang relatif tajam dengan naiknya hisapan matriks tanah. Pada tanah bertekstur sedang atau halus, redistribusi dapat berlangsung lebih lama dengan laju cukup besar sampai beberapa hari. Richard et al. (1956) memberikan persamaan laju penurunan kandungan air tanah:
dimana W adalah kandungan air tanah, t waktu, a dan b konstanta yang berkaitan dengan kondisi pembatas dan sifat-sifat hantaran tanah (konstanta b dikaitkan dengan diffusivitas tanah, jelas sangat penting dan dengan nilai b yang lebih besar, berarti lebih tajam penurunan kandungan air tanahnya).
Baca juga
Redistribusi Air Tanah
Fenomena Histeresis Dalam Redistribusi Air Tanah
Ahli ilmu pertanian menggunakan pertanian irigasi dan menyesuaikan seringnya pemberian air berdasarkan kapasitas penyimpanan air jangka pendek. Menurutnya kapasitas lapang dari tanah bertekstur lepas sekitar 18%. Dengan pendekatan yang berbeda, pada pertanian lahan kering para ahli ilmu pertanian kadang-kadang lebih menyukai kapasitas penyimpanan air tanah untuk jangka panjang, seperti satu musim. Oleh karena itu untuk pertanian lahan kering, kapasitas lapang bagi tanah bertekstur lepas yang sama bukan 18% (karena tanah tidak dapat mempertahankan kandungan air ini setelah beberapa hari) tetapi 14%, bahkan lebih kecil lagi.
Walaupun tidak diucapkan, biasa digunakan asumsi bahwa proses redistribusi tidak bergantung pada proses ekstraksi air lainnya. Asumsi ini jarang digunakan karena tidak realistis. Apabila beberapa proses ekstraksi air tanah (seperti drainase dalam, evaporasi dan pengambilan oleh tanaman) terjadi secara simultan, pengurangan kandungan air tanah jelas lebih cepat dan kurang sesuai kalau dikatakan berhenti pada satu titik seperti kapasitas lapang.
Berbagai metode laboratorium sudah diajukan untuk menduga kapasitas lapang. Walaupun hasil pengujian-pengujiannya dapat dikorelasikan dengan pengukuran-pengukuran simpanan air tanah di lapang dalam lingkungan tertentu, tetapi hal ini merupakan suatu kesalahan mendasar yang mengharapkan kriteria semacam itu untuk digunakan secara universal, karena kondisi di alam jarang statis, sementara proses berlangsung secara dinamis. Sebagai contoh, dua profil tanah dengan struktur dan tekstur yang identik akan mengeluarkan air cukup berbeda jika salah satunya mempunyai profil yang seragam untuk seluruh kedalaman, sedangkan yang lain dibatasi oleh suatu lapisan liat. Profil yang pertama akan cenderung mengeluarkan air lebih cepat, sedangkan yang kedua tetap hampir jenuh untuk periode yang lama.
Kekurangan-kekurangan dari konsep kapasitas lapang ini sudah dikemukakan oleh Richards semenjak 20 tahun yang lalu yang menyatakan bahwa “konsep kapasitas lapang bisa mempunyai lebih banyak kerugian daripada keuntungannya (Richards, 1960). Walaupun secara mendasar tidak mungkin memastikan kapan drainase dalam atau redistribusi berhenti, tetapi kapasitas lapang masih diperlukan sebagai suatu kriteria yang sederhana untuk mengkarakteristikkan kemampuan tanah mempertahankan atau menyimpan air.
Redistribusi Air Tanah
Sekali pun konsep kapasitas lapang subjektif, tetapi masih dianggap penting. Hanya dalam penggunaannya perlu diadakan perbaikan-perbaikan, baik dalam prinsip maupun praktisnya.
Pertama, karena belum ada sistem laboratorium yang sanggup menyamai (duplikasi) dinamika air tanah di lapang, akan lebih realistis kalau kapasitas lapang diukur secara langsung di lapang. Sangat banyak pakar tanah yang masih mengabaikan ketentuan yang sederhana ini, malahan lebih menyukai asumsi yang menyatakan bahwa “retensi air pada 1/3 bar adalah merupakan kapasitas lapang”. Apabila dalam kenyataannya diperoleh nilai yang demikian akan merupakan nilai yang terbaik bila dikorelasikan dengan ketentuan tersebut. Suatu korelasi yang harus dibuktikan dalam setiap kasus dan tidak pernah diuji kebenarannya, sehingga masih merupakan suatu pertentangan.
Kedua, penentuan di lapang sendiri harus dapat direproduksikan dengan membuat standarisasi satu cara yang konsisten. Spesifikasi yang tidak jelas seperti “pembasahan tanah sampai kedalaman yang sesuai” dan “tanah mengeluarkan air kira-kira dua hari” (Peter, 1965) adalah kurang baik. Kedalaman pembasahan sangat penting dan lebih baik kalau menggunakan kedalaman maksimal (kedalaman zone perakaran sendiri sangat bervariasi).
Ketiga, pengukuran kandungan air tanah dan distribusinya sebaiknya dilakukan berulang-ulang pada waktu yang berubah-ubah. Secara periodik pengukuran diulang, lebih baik kalau menggunakan metode yang tidak destruktif (tidak terganggu) seperti menggunakan metode “neutron gauging” yang akan membrikan keterangan lebih baik terhadap pola dinamika drainase internal dan dapat memberikan evaluasi apakah setiap nilai tunggal kandungan air tanah pada setiap waktu karakteristik yang dapat ditentukan, dapat dinyatakan sebagai kapasitas lapang.
Untuk menyatakan ketentuan ini secara objektif, orang harus dapat menetapkan sebelumnya, apakah laju drainase akan diabaikan (kriteria yang mungkin dapat digunakan untuk pengabaian ini apabila besarnya laju drainase 1/10 atau kurang dari evaporasi potensial (EP), sehingga kalau EP 5 mm/hari, orang dapat menyatakan bahwa dengan fluks drainase 0,5 mm/hari yang menembus dasar zone perakaran adalah cukup kecil dan dapat diabaikan). Untuk tanah yang berbeda, waktu karakteristik dapat berbeda-beda, dari beberapa jam sampai beberapa minggu, bergantung pada sifat hidrolik tanah dan kriteria fluks yang dipakai.
Suatu pendekatan yang masih lebih baik adalah membuat setiap lapang mempunyai karakteristik proses drainase internal sebagai satu fungsi waktu yang lengkap. Salah satu cara untuk ini adalah menetapkan “waktu paruh” penyimpanan air. Cara lain adalah menetapkan suatu persamaan empiris seperti yang diajukan oleh Richards et al. (1956), Ogata dan Richards (1957) :
Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung apakah nilai kandungan air tanah memberikan nilai dugaan simpanan air tanah yang paling baik. Asumsikan agar data yang diperoleh di lapang sesuai dengan persamaan di atas, kemudian untuk membatasi nilai fluks qn sampai nilai yang dianggap bisa diabaikan akan membutuhkan waktu :
dimana tn adalah lamanya waktu yang diperlukan dari saat berhentinya infiltrasi sampai laju drainase yang dianggap bisa diabaikan. Konstanta a dan b dapat dihitung dari kurva fluks drainase internal yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapang.
Sesungguhnya simpanan air tanah dapat dimonitor secara kontinyu dengan menggunakan penyelesaian persamaan aliran dan dengan memperhatikan semua proses masuknya dan keluarnya air dari suatu volume tanah. Hal ini mungkin bisa dilakukan apabila menggunakan program komputer dengan memberikan nilai-nilai parameter yang perlu, data hantaran hidrolik curah hujan, evapotranspirasi dan sebagainya, sehingga dapat diperoleh suatu konsep kapasitas lapang yang lebih berarti.
Baca juga
Redistribusi Air Tanah
Fenomena Histeresis Dalam Redistribusi Air Tanah
Sumber
Diktat Kuliah Fisika Tanah. Prof. Kukuh 2013
Baca juga
Redistribusi Air Tanah
Fenomena Histeresis Dalam Redistribusi Air Tanah
Menurut Veihmeyer dan Hendrickson (1949), kapasitas lapang adalah sejumlah air yang ditahan tanah sesudah kelebihan air didrainasekan dan laju gerakan air ke bawah sudah menurun yang biasanya terjadi dalam 2 – 3 hari sesudah hujan atau irigasi pada tanah-tanah yang tekstur dan strukturnya seragam serta tembus air.
Meskipun konsep kapasitas lapang mulanya berasal dari pengukuran-pengukuran kandungan air tanah di lapang dengan agak kasar (dimana kesalahan contoh dan pengukuran sesungguhnya membatasi ketelitian dan kebenaran hasilnya) tetapi beberapa peneliti sudah mencoba menerangkan apa yang disebut nilai keseimbangan statis atau terhentinya aliran kapiler. Biasanya diasumsikan bahwa pemberian sejumlah air tertentu ke tanah adalah untuk mengisi kekurangan kapasitas lapang sampai suatu kedalaman tertentu, sedangkan di bawah jumlah tersebut air tidak melakukan penetrasi. Hal ini telah menjadi ketentuan yang universal dan sangat praktis untuk menghitung kebutuhan air irigasi setiap waktu berdasarkan “kekurangan kapasitas lapang untuk zone kedalaman tanah yang dibasahi”.
Konsep Kapasitas Lapang
Belakangan ini, dengan berkembangnya teori dan teknik-teknik percobaan yang lebih seksama dalam studi aliran tidak jenuh, konsep kapasitas lapang seperti didefinisikan sebelumnya sudah berubah, dan bukan sifat fisik semata-mata dan tidak tergantung pada cara pengukurannya. Kapan dan bagaimana orang dapat menentukan bahwa redistribusi sudah berhenti atau lajunya secara praktis dapat dikatakan nol ?. Jelasnya kriteria utnuk penentuan yang demikian adalah subjektif, tidak selalu bergantung pada frekuensi dan ketepatan dimana kandungan air tanah diukur. Dari definisi kapasitas lapang yang biasa (yaitu kelembaban tanah pada zone yang mulanya basah, katakan dua hari setelah infiltrasi) tidak memperhatikan faktor-faktor lainnya, seperti kelembaban tanah sebelum infiltrasi, kedalaman pembasahan, kemungkinan adanya permukaan air tanah dan sebagainya.
Proses redistribusi dalam kenyataannya berlangsung secara kontinyu dan tidak dengan tiba-tiba berhentinya. Walaupun laju aliran menurun secara konstan dan dengan tidak adanya permukaan air bumi, proses berlangsung secara kontinyu dan mencapai keseimbangan hanya sesudah periode yang sangat lama. Konsep kapasitas lapang ini bisa dipertahankan bagi tanah-tanah bertekstur kasar, dimana drainase internal mulanyan berjalan sangat cepat tetapi segera menurun disebabkan penurunan konduktivitas (hantaran) hidrolik yang relatif tajam dengan naiknya hisapan matriks tanah. Pada tanah bertekstur sedang atau halus, redistribusi dapat berlangsung lebih lama dengan laju cukup besar sampai beberapa hari. Richard et al. (1956) memberikan persamaan laju penurunan kandungan air tanah:
- dW / dt = a t -b
dimana W adalah kandungan air tanah, t waktu, a dan b konstanta yang berkaitan dengan kondisi pembatas dan sifat-sifat hantaran tanah (konstanta b dikaitkan dengan diffusivitas tanah, jelas sangat penting dan dengan nilai b yang lebih besar, berarti lebih tajam penurunan kandungan air tanahnya).
Baca juga
Redistribusi Air Tanah
Fenomena Histeresis Dalam Redistribusi Air Tanah
Ahli ilmu pertanian menggunakan pertanian irigasi dan menyesuaikan seringnya pemberian air berdasarkan kapasitas penyimpanan air jangka pendek. Menurutnya kapasitas lapang dari tanah bertekstur lepas sekitar 18%. Dengan pendekatan yang berbeda, pada pertanian lahan kering para ahli ilmu pertanian kadang-kadang lebih menyukai kapasitas penyimpanan air tanah untuk jangka panjang, seperti satu musim. Oleh karena itu untuk pertanian lahan kering, kapasitas lapang bagi tanah bertekstur lepas yang sama bukan 18% (karena tanah tidak dapat mempertahankan kandungan air ini setelah beberapa hari) tetapi 14%, bahkan lebih kecil lagi.
Walaupun tidak diucapkan, biasa digunakan asumsi bahwa proses redistribusi tidak bergantung pada proses ekstraksi air lainnya. Asumsi ini jarang digunakan karena tidak realistis. Apabila beberapa proses ekstraksi air tanah (seperti drainase dalam, evaporasi dan pengambilan oleh tanaman) terjadi secara simultan, pengurangan kandungan air tanah jelas lebih cepat dan kurang sesuai kalau dikatakan berhenti pada satu titik seperti kapasitas lapang.
Berbagai metode laboratorium sudah diajukan untuk menduga kapasitas lapang. Walaupun hasil pengujian-pengujiannya dapat dikorelasikan dengan pengukuran-pengukuran simpanan air tanah di lapang dalam lingkungan tertentu, tetapi hal ini merupakan suatu kesalahan mendasar yang mengharapkan kriteria semacam itu untuk digunakan secara universal, karena kondisi di alam jarang statis, sementara proses berlangsung secara dinamis. Sebagai contoh, dua profil tanah dengan struktur dan tekstur yang identik akan mengeluarkan air cukup berbeda jika salah satunya mempunyai profil yang seragam untuk seluruh kedalaman, sedangkan yang lain dibatasi oleh suatu lapisan liat. Profil yang pertama akan cenderung mengeluarkan air lebih cepat, sedangkan yang kedua tetap hampir jenuh untuk periode yang lama.
Kekurangan-kekurangan dari konsep kapasitas lapang ini sudah dikemukakan oleh Richards semenjak 20 tahun yang lalu yang menyatakan bahwa “konsep kapasitas lapang bisa mempunyai lebih banyak kerugian daripada keuntungannya (Richards, 1960). Walaupun secara mendasar tidak mungkin memastikan kapan drainase dalam atau redistribusi berhenti, tetapi kapasitas lapang masih diperlukan sebagai suatu kriteria yang sederhana untuk mengkarakteristikkan kemampuan tanah mempertahankan atau menyimpan air.
Redistribusi Air Tanah
Sekali pun konsep kapasitas lapang subjektif, tetapi masih dianggap penting. Hanya dalam penggunaannya perlu diadakan perbaikan-perbaikan, baik dalam prinsip maupun praktisnya.
Pertama, karena belum ada sistem laboratorium yang sanggup menyamai (duplikasi) dinamika air tanah di lapang, akan lebih realistis kalau kapasitas lapang diukur secara langsung di lapang. Sangat banyak pakar tanah yang masih mengabaikan ketentuan yang sederhana ini, malahan lebih menyukai asumsi yang menyatakan bahwa “retensi air pada 1/3 bar adalah merupakan kapasitas lapang”. Apabila dalam kenyataannya diperoleh nilai yang demikian akan merupakan nilai yang terbaik bila dikorelasikan dengan ketentuan tersebut. Suatu korelasi yang harus dibuktikan dalam setiap kasus dan tidak pernah diuji kebenarannya, sehingga masih merupakan suatu pertentangan.
Kedua, penentuan di lapang sendiri harus dapat direproduksikan dengan membuat standarisasi satu cara yang konsisten. Spesifikasi yang tidak jelas seperti “pembasahan tanah sampai kedalaman yang sesuai” dan “tanah mengeluarkan air kira-kira dua hari” (Peter, 1965) adalah kurang baik. Kedalaman pembasahan sangat penting dan lebih baik kalau menggunakan kedalaman maksimal (kedalaman zone perakaran sendiri sangat bervariasi).
Ketiga, pengukuran kandungan air tanah dan distribusinya sebaiknya dilakukan berulang-ulang pada waktu yang berubah-ubah. Secara periodik pengukuran diulang, lebih baik kalau menggunakan metode yang tidak destruktif (tidak terganggu) seperti menggunakan metode “neutron gauging” yang akan membrikan keterangan lebih baik terhadap pola dinamika drainase internal dan dapat memberikan evaluasi apakah setiap nilai tunggal kandungan air tanah pada setiap waktu karakteristik yang dapat ditentukan, dapat dinyatakan sebagai kapasitas lapang.
Untuk menyatakan ketentuan ini secara objektif, orang harus dapat menetapkan sebelumnya, apakah laju drainase akan diabaikan (kriteria yang mungkin dapat digunakan untuk pengabaian ini apabila besarnya laju drainase 1/10 atau kurang dari evaporasi potensial (EP), sehingga kalau EP 5 mm/hari, orang dapat menyatakan bahwa dengan fluks drainase 0,5 mm/hari yang menembus dasar zone perakaran adalah cukup kecil dan dapat diabaikan). Untuk tanah yang berbeda, waktu karakteristik dapat berbeda-beda, dari beberapa jam sampai beberapa minggu, bergantung pada sifat hidrolik tanah dan kriteria fluks yang dipakai.
Suatu pendekatan yang masih lebih baik adalah membuat setiap lapang mempunyai karakteristik proses drainase internal sebagai satu fungsi waktu yang lengkap. Salah satu cara untuk ini adalah menetapkan “waktu paruh” penyimpanan air. Cara lain adalah menetapkan suatu persamaan empiris seperti yang diajukan oleh Richards et al. (1956), Ogata dan Richards (1957) :
q = - dW / dt = a t -b
Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung apakah nilai kandungan air tanah memberikan nilai dugaan simpanan air tanah yang paling baik. Asumsikan agar data yang diperoleh di lapang sesuai dengan persamaan di atas, kemudian untuk membatasi nilai fluks qn sampai nilai yang dianggap bisa diabaikan akan membutuhkan waktu :
tn = (a / qn) 1/b
dimana tn adalah lamanya waktu yang diperlukan dari saat berhentinya infiltrasi sampai laju drainase yang dianggap bisa diabaikan. Konstanta a dan b dapat dihitung dari kurva fluks drainase internal yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapang.
Sesungguhnya simpanan air tanah dapat dimonitor secara kontinyu dengan menggunakan penyelesaian persamaan aliran dan dengan memperhatikan semua proses masuknya dan keluarnya air dari suatu volume tanah. Hal ini mungkin bisa dilakukan apabila menggunakan program komputer dengan memberikan nilai-nilai parameter yang perlu, data hantaran hidrolik curah hujan, evapotranspirasi dan sebagainya, sehingga dapat diperoleh suatu konsep kapasitas lapang yang lebih berarti.
Baca juga
Redistribusi Air Tanah
Fenomena Histeresis Dalam Redistribusi Air Tanah
Sumber
Diktat Kuliah Fisika Tanah. Prof. Kukuh 2013
0 Response to "Konsep Kapasitas Lapang Pada Drainase Dalam Dan Redistribusi Air Tanah"
Posting Komentar