Adnow

loading...

Zoteromedia

Adsensecamp

PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) SEBAGAI PROSES MEMINIMALKAN SEDIMENTASI PADA DAERAH HILIR

Daerah Aliran Sungai (DAS) - Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama  ke laut atau danau. Linsley (1980) menyebut DAS sebagai “A river of drainage basin in the entire area drained by a stream or system of connecting streams such that all stream flow originating in the area discharged through asingle outlet”. Sementara itu IFPRI (2002) menyebutkan bahwa “A watershed is a geographic area that drains to a common point, which makes it an attractive unit for technical efforts to conserve soil and maximize the utilization of surface and subsurface water for crop production, and a watershed is also an area with administrative and property regimes, and farmers whose actions may affect each other’s interests”.


Menurut Arsyad (1989), DAS adalah wilayah yang terletak di atas satu  titikpada suatu sungai, yang batas-batas topografi mengalirkan air yang jatuh di atasnya ke dalam sungai yang sama dan melalui titik-titik yang sama pada sungai tersebut. Selanjutnya Asdak (1995) menyatakan bahwa DAS merupakan kumpulan Sub-DAS yang lebih kecil  danjumlahnya sesuai dengan ordo atau jumlah cabang sungainya. Sedangkan menurut pendapat Manan (1998) menyatakan bahwa DAS adalah sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai  utama yang bermuara  ke danau atau ke laut.

Batasan-batasan DAS menurut Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air (2008) dibedakan berdasarkan fungsinya, yaitu DAS bagian hulu yang didasarkan pada fungsi konservasi untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi. Daerah Aliran Sungai bagian hulu ini mempunyai peran paling penting, terutama sebagai tempat penyedia air untuk dialirkan kebagian hilirnya.

Berikutnya adalah DAS bagian tengah  dan bagian  hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah.

Secara umum terdapat empat jenis bentuk DAS (Sosrodarsono dan Takeda, 1980), yaitu:

(a) DAS berbentuk bulu burung. Daerah Aliran Sungai ini mempunyai anak-anak sungai yang langsung mengalir ke sungai utama dan memiliki debit banjir yang kecil, karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai berbeda-beda serta waktu berlangsung agak lama;

(b) DAS berbentuk radial. Daerah Aliran Sungai ini mempunyai anak sungai yang memusat pada suatu titik secara radial sehingga menyerupai bentuk kipas atau lingkaran. Daerah Aliran Sungai ini mempunyai banjir yang relatif besar mulai titik pertemuan anak-anak sungainya dan banjir yang terjadi relatif tidak lama;

(c) DAS berbentuk paralel. Daerah Aliran Sungai ini mempunyai dua jalur Sub-DAS yang bersatu. Kedua cabang atau ordo sungai pada masing-masing Sub-DAS tersebut membentuk sungai utama. Banjir biasanya terjadi pada bagian hilir di bawah pertemuan kedua anak sungai tersebut dan

(d) DAS berbentuk kompleks. Daerah Aliran Sungai DAS ini mempunyai bentuk lebih dari satu pola sehingga polanya menjadi tidak nyata dan sering dijumpai pada DAS yang sangat luas.

Sedimentasi

Sedimentasi (pengendapan) adalah proses terangkutnya/ terbawanya sedimen oleh suatu limpasan/aliran air yang diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti seperti pada saluran sungai, waduk, danau maupun kawasan tepi teluk/laut (Arsyad, 1989).

Pengendapan yang terjadi di sungai disebut sedimen fluvial. Hasil pengendapan  ini biasanya berupa batu giling, batu geser, pasir, kerikil dan lumpur yang menutupi dasar sungai. Laju sedimentasi yang semakin tinggi akan mengakibatkan pendangkalan dan penyempitan sungai. Sedimentasi atau pengendapan yang dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu lama dapat mengubah permukaan  bumi menjadi daratan yang lebih tinggi.

Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan DAS

Secara sederhana partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai upaya terencana untuk melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan. Partisipasi juga  dapat diartikan sebagai suatu proses dimana pihak yang akan memperoleh dampak (positif dan/atau negatif) ikut mempengaruhi arah dan pelaksanaan kegiatan, tidak hanya menerima hasilnya.

a) BentukPartisipasi

Bentuk partisipasi masyarakat dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu partisipasi dalam:
  1. Tahap pembuatan keputusan. Dalam hal ini, sejak awal masyarakat telah  dilibatkan dalam proses perencanaan dan perancangan kegiatan serta dalam pengambilan keputusan atas rencana yang akan dilaksanakan.
  2. Tahap implementasi. Keterlibatan masyarakat juga diupayakan pada tahap pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian, masyarakat dapat mengontrol bagaimana kegiatan  dilaksanakan di lapangan.
  3. Tahap evaluasi. Evaluasi secara periodik  umumnya dilaksanakan pada tahap pelaksanaan dan pada akhir pelaksanaan kegiatan.
  4. Partisipasi untuk memperoleh manfaat suatu kegiatan.
b) Tingkatanpartisipasimasyarakat

Ditinjau dari tingkatannya, partisipasi masyarakat  dapat dibedakan sebagai berikut:

Tingkatan Partisipasi Lingkup Keterlibatan Derajat Pembagian Wewenang
  1. Manipulasi Tercatat sebagai anggota Wewenang mutlak pada initiator kebijakan
  2. Menginformasikan Hak dan  pilihan masyarakat diidentifikasi Wewenang dominan pada initiator kebijakan/program
  3. Konsultasi Pendapat masyarakat didengar, tetapi belum tentu ditindak lanjuti Wewenang dominan pada initiator kebijakan/program
  4. Kemitraan Saran/pendapat masyarakat dinegosiasikan Wewenang terdistribusikan secara proporsional di antara pihak - pihak yang berkepentingan
  5. Delegasi wewenang Masyarakat diberi wewenang  mengelola sebagian atau seluruh bagian program Wewenang ada pada masyarakat
  6. Kontrol masyarakat dominan dalam merancang dan memutuskan program Wewenang mutlak pada masyarakat.
Untuk mencapai tingkat partisipasi yang tinggi, berikut ini adalah beberapa elemen kunci yang perlu dipertimbangkan:
  1. Kompatibilitas yang didasarkan atas kepercayaan dan saling menghargai di antara partisipan.
  2. Manfaat  bagi seluruh partisipan yang terlibat.
  3. Wewenang dan keterwakilan yang sederajat. Tingkat partisipasi akan melemah apabila ada sebagian pihak yang terlalu mendominasi, sementara sebagian lainnya tidak mempunyai wewenang sama sekali.
  4. Mekanisme komunikasi yang baik harus dibangun secara internal di antara  partisipan dan dengan pihak luar yang relevan.
  5. Adaptif  terhadap berbagai perubahan yang mungkin terjadi.
  6. Integritas, kesabaran dan ketekunan harus diciptakan di antara partisipan.
c) MetodePartisipasi

Pengelolaan DAS dengan pendekatan partisipatif akan melibatkan beberapa pihak yang berkepentingan dalam perencanaan maupun implementasinya, diantaranya adalah masyarakat. Salah satu metode pendekatan partisipatif adalah Participatory Rural Appraisal (PRA), metode yang dirancang untuk memungkinkan masyarakat/ responden melakukan penelitian atas persoalan yang dihadapinya untuk kemudian memecahkan masalah menurut persepsi dan cara mereka sendiri dengan atau tanpa bantuan pihak lain.

TujuanPengelolaan DAS di Daerah Hilir

Setiap DAS cendrung memperluas diri, baik dengan jalan erosi mundur atau menyamping di daerah hulu, maupun dengan jalan pengendapan di daerah hilir, termasuk pembentukan jalur kelokan (meander) di dataran pantai dan pembentukan delta di depan kuala. Proses yang satu ialah degradasi di daerah hulu dan proses yang lain ialah agradasi di daerah hilir, dengan demikian ada proses pengalihan dari hulu ke hilir.

Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya  alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan (Eirlangga, 2008).

Untuk memahami pengelolaan DAS, sebaiknya diidentifikasi terlebih dahulu sumber-sumber kerusakan yang terjadi pada wilayah DAS tersebut, seperti kerusakan  hutan, tanah dan air serta mencari bentuk-bentuk usaha yang menguntungkan dan mampu menciptakan pelestarian sumber daya yang ada (Kolopaking dan Tonny, 1994). Selanjutnya Kolopaking dan Tonny (1994) menjelaskan bahwa kerusakan hutan, tanah dan air di beberapa DAS di Pulau Jawa lebih bersumber dari tekanan penduduk, sedangkan kerusakan di luar Pulau Jawa lebih banyak bersumber dari eksploitasi hutan dan program pembangunan yang tidak terkendali.

Bentuk partisipasi  masyarakat dalam pengelolaan DAS dapat dilihat dari partisipasi mayarakat yang terorganisir dalam kelembagaan, seperti kelompok tani dan kelompok tradisional (Kolopaking dan Tonny, 1994). Selama ini dalam pelaksanaan program konservasi dan pengelolaan DAS, yang muncul umumnya berupa bentuk hubungan vertical-instructional dan partisipasi yang semu. Hal ini terjadi karena kelembagaan tradisional semata-mata dipandang sebagai obyek. Selain itu dari sisi masyarakat yang menjadi anggota kelompok tani dan kelompok tradisional, kendala yang mereka hadapi sehingga tidak dapat berpartisipasi sepenuhnya adalah karena faktor pemilikan lahan (Kolopaking dan Tonny, 1994).

Sebagai contoh di luar Jawa (DAS Saddang, Jeneberang dan Batanghari) tidak sedikit lahan kritir lahan milik pemerintah yang ditelantarkan. Padahal para petani mau berperan serta melakukan kegiatan konservasi di atas lahan kritis tersebut. Akan tetapi karena status lahan yang tidak jelas dan tidak memiliki kekuatan untuk menguasai lahan tersebut, menyebabkan para petani tidak mampu untuk berpartisipasi dalam program-program konservasi. Tujuan pengelolaan DAS di daerah hilir adalah mencegah atau mengendalikan banjir dan sedimentasi yang merugikan, sehingga tidak merusak dan menurunkan kemampuan lahan serta meningkatkan dayaguna air (Notohadiprawiro, 2006).


















0 Response to "PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) SEBAGAI PROSES MEMINIMALKAN SEDIMENTASI PADA DAERAH HILIR"

Posting Komentar

  Yuuk Berbisnis Mudah dan Gratis
Buktikan Sendiri dengan Klik DISINI